Minggu, 05 Mei 2013
DmC: Devil may Cry
Apa gamer di sini sudah ada yang memainkan game Devil may Cry yang
terbaru? Bagiamana kesannya? Bagus? Kurang memuaskan? Atau gamenya bagus
tapi terlalu singkat? Ya, yang jelas game DmC terbaru yang berjudul
DmC: Devil may Cry ini merupakan game buatan Capcom bekerja sama dengan
Ninja Theory.
Sejauh ini banyak yang menilai game ini terbilang
bagus. Meskipun game ini pada awalnya sempat diragukan ‘kekerenannya’
tapi pada akhirnya Ninja Theory bisa membuktikan pada dunia gaming bahwa
Dante yang satu ini bisa bersaing dengan Dante-Dante sebelumnya.
Walaupun agak sedikit telat, tapi kami sekarang giliran kami yang akan member penilaian pada aksi Dante dalam game terbarunya.
The Story Back to The Past So Far…
Menceritakan
tentang seorang pria yang hobinya JJM (Jalan-Jalan Malam) ke club
malam, memiliki penampilan yang urakan dan tinggal di dalam sebuah mobil
van yang bernama Dante. Dante tinggal di sebuah kota yang bernama
Limbo City, sebuah kota metropolitan yang dikuasai oleh Demon, karena
kita bisa melihat sebuah tower raksasa berdiri di antara bangunan di
Limbo City. Menara tersebut merupakan tempat tinggal Mundus, the king of
Demon sekaligus orang yang bertanggung jawab atas kehancuran keluarga
Sparda. Dia berencana untuk menguasai dunia, tapi ada sesuatu yang
mengganjal dirinya, yaitu Son of Sparda a.k.a Dante…
Story
yang dihadirkan sangat menarik. Dari sini kita bisa melihat bahwa
sebelumnya Dante dan saudara kembarnya Vergil sempat bekerja sama untuk
menghancurkan Mundus, namun ada sesuatu hal terjadi yang membuat mereka
harus berpisah. Jika dikaitkan dengan seri sebelumnya, cerita ini tidak
baegitu merusak seri sebelumnya. Meskipun begitu tetapi tetap ada
kesimpangsiuran cerita, terkait Eva yang ternyata dalam game ini dia
seorang Angel, padahal di cerita sebelumnya pernah disebutkan bahwa dia
merupakan seorang human.
Setting waktu dan tempat sangat menarik,
berbeda dari game DmC sebelumnya. Sebuah kota metropolitan, yang
didalamnya terdapat pabrik, stasiun televisi, club malam, dan polisi
setempat pun ikut terlibat dalam game ini. Ninja Theory benar-benar
menyuguhkan nuansa baru dalam game Devil may Cry.
Make The Craziest Style with New Weapon!
Meskipun
gameplay yang dihadirkan masih sama dengan seri DmC sebelumnya, yaitu
membasmi para demon dan mencari jalan untuk menyelesaikan chapter.
Namun Ninja Theory bisa menyulap hal yang lama itu seolah-olah menjadi
sesuatu yang baru. Diantaranya adalah weapon. Di sini Dante memiliki
tiga jenis senjata, yaitu Normal Weapon (Rebillion), Demon Weapon dan
Angel Weapon. Dari ketiga jenis senjata itu, masing-masing memiliki
kelemahan dan kelebihan. Untuk Normal Weapon, senjata ini terkesan
balance (sesuai namanya). Untuk Angel Weapon, senjata ini memiliki
damage yang rendah, namun memiliki kecepatan yang luar biasa. Sedangkan
untuk Demon Weapon, senjata ini terkesan lambat untuk diayunkan, namun
damage yang dihasilkan lebih besar dari yang lainnya.
Mantapnya, ketiga senjata itu bisa gamer gunakan secara bersamaan (bukan berarti tiga senjata bisa dilakukan sekaligus
), dalam hal ini gamer bisa menggonta-ganti jenis senjata tanpa
mengurangi poin style gamer. Keuntungan yang didapat jelas gamer akan
semakin mudah untuk melancarakan kombo-kombo mematikan yang tujuannya
untuk mendapatkan ranking SSS alias SENSASIONAL! Namun mungkin bagi para
professional gamer hal ini malah membuat game ini cenderung lebih mudah
untuk mendapatkan Style points. Tapi hal ini bisa saja menyulitkan
gamer, karena ada demon yang hanya bisa diserang dengan senjata
tertentu.
Untuk
alur gameplay, mungkin alur ini cenderung linier, dengan kata lain kita
tidak perlu bolak-balik menuju suatu tempat untuk ke tempat berikutnya
dari chapter ke chapter (kecuali chapter 2). Namun yang menariknya
disini ada dua buah alat yang membantu Dante untuk mencapai jalan, yaitu
Demon Ophion dan Angle Ophion. Kegunaannya sedernaha, Demon Ophion
membantu Dante menarik sesuatu untuk membuka jalan, sedangkan Angel
Ophion membuat Dante tertarik pada benda yang dituju (Equip ini bisa
juga dipakai pada musuh). Selain itu juga selama perjalanan ada banyak
jalan rahasia yang isinya tempat Key untuk membuka pintu Secret Mission
dan Lost Soul.
The Great Game with Great Graphic!
Pastinya,
setiap game dari tahun ke tahun mau tidak mau harus berkembang dan
memiliki grafis semakin bagus. Hal ini juga berlaku untuk game Devil may
Cry. Game ini memiliki kualitas grafis yang mantap dan bisa berjalan di
60 FPS alias developer tidak menguncinya di 30 FPS. Detail dari
monster dan lingkungan pun terbilang mantap. Pada intinya, game ini
tidak memiliki grafis yang memalukan untuk game se-generasinya.
Let’s Rock The Demon With Rock!!!
Satu
lagi yang mantap, yang membuat kita menikmati setiap ayunan senjata
Dante dalam membasmi para demon’s scum, Music. Backsound yang dihadirkan
oleh Ninja Theory untuk game ini benar-benar keren. Musik Rock yang
disajikan sangat sesuai denga suasana dan keadaan Dante yang sekarang.
Musik yang dibawakan oleh Noisia, musisi asal Belanda ini bisa membuat
kita semakin menikmati game di dalamnya.
Play The Game Again and Again!
Sama
seperti game Devil may Cry sebelumnya, setelah gamer menamatkan game
ini, akan ada difficulty baru yang menantang anda untuk bermain lagi.
Jika gamer seorang professional dalam game Devil may Cry, maka gamer
akan merasa sangat tertantang untuk memainkan game ini kembali, karena
ada difficulty baru yang bisa membuat gamer ‘gila’, Hell and Hell. Hell
and Hell merupakan tingkat kesulitan, yang dimana gamer harus membasmi
musuh, dengan catatan Dante tidak boleh terluka sedikit pun.
Mendapatkan
difficulty ini tidaklah mudah, perlu proses yang panjang. Gamer harus
menamatkan game dengan mode Heaven or Hell. Untuk mendapatkan mode
tersebut gamer harus menamatkan mode Dante Must Die, dan untuk
mendapatkan Dante must Die, gamer harus menamatkan mode Son of Sparda.
Sayangnya,
game ini tidak menghadirkan mode Bloody Palace Mode, karena mode ini
merupakan mode yang menarik untuk dimainkan apabila kita sudah
menamatkan game. Sebetulnya sang developer memang berencana memasukan
mode ini tapi sebagai DLC, dan itu merupakan suatu hal yang cukup
disayangkan.
The Game Has Short Longevity? Maybe…
Untuk
longevity, saya berpikir game ini cukup singkat untuk ditamatkan. Hal
ini mungkin diakibatkan karena alur yang cenderung linier dan tidak
‘bolak-balik’ seperti sebelumnya. Selain itu juga mungkin karena boss
battle sangat ‘mudah’ untuk dikalahkan. ‘Mudah’ di sini adalah gamer
dengan cepat bisa menemukan titik lemah dari boss battle.
Tapi
meskipun game ini terasa cepat, namun saya yakin Devil may Cry terbaru
ini bisa memuaskan para gamer yang haus untuk membantai para demon.
Overall…
Pada
akhirnya Ninja Theory mampu membuktikan pada para gamer dan para
reviewer yang ada di muka bumi ini bahwa game buatannya bisa bersaing
dengan yang lain dan tidak akan mengecewakan. Kemudian kita memainkannya
dan ternyata mereka benar. Dari nilai 1-10, saya beri 8.5 untuk DmC:
Devil may Cry! Let’s Rock!
3562
GX Scorecard
8.5
Story:8/10
Gameplay:9/10
Graphic:9/10
Sound:9/10
Replayability:8/10
Longevity:8/10
Totalitas berubah ke arah yang lebih baik | Sound mantap
cerita linier | gampang buat combo | Singkat
FARCRY 3
Empat tahun setelah Far Cry 2, Ubisoft akhirnya merilis sekuel dari game tersebut yaitu Far Cry 3. Meskipun Far Cry 3 adalah sekuel, karakter dan setting tempatnya sangat berbeda dengan game sebelumnya. Tetapi tenang saja, Ubisoft tetap mempertahankan elemen-elemen penting dari Far Cry seperti dunia open-world dan juga suasana hutan tropis yang menawan.
Far Cry 3
membawa kamu bertualang sebagai Jason Brody. Jason bersama
adik-kakaknya dan juga teman-temannya pergi liburan ke sebuah pulau
tropis. Di sini mereka melakukan berbagai macam hal liburan seperti
menikmati indahnya pulau tersebut serta juga melakukan kegiatan-kegiatan
ekstrim. Suatu hari, disaat mereka melakukan terjun payung dari
pesawat. Tetapi ternyata mereka mendarat di tempat yang salah, daerah
kekuasaan bajak laut. Vaas, sang pemimpin, ingin memeras dengan menculik
mereka dan nantinya akan dijual menjadi budak. Dengan usaha yang cukup
keras, Jason berhasil kabur dan kemudian dia diminta tolong untuk
membantu kelompok pemberontak yang bernama Rakyat untuk melawan Vaas.
Vaas, si bajak laut gila
Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam Far Cry 3 kamu bisa mengelilingi pulau tropis ini secara bebas. Seperti game open-world pada umumnya, banyak yang bisa kamu lakukan di pulau ini seperti menjalankan side quest dan juga mengeksplorasi pulau mencari hal-hal yang menarik. Yang sedikit unik dari game ini adalah setting
pulaunya. Pulau yang dapat kamu jelajahi terasa seperti pulau di daerah
Karibia, tetapi sesekali kamu bisa melihat tulisan Lumpia atau bertemu
dengan orang yang mengatakan bangau dan laba-laba. Tidak hanya itu saja.
Dalam Far Cry 3 kamu bisa bertemu berbagai macam binatang, salah
satunya adalah harimau Sumatra.
The Adventure of Tintin
Review The Adventure of Tintin : The Secret of the Unicorn The Game, Petualangan yang Epik
Ubisoft selaku
developer game The Adventure of Tintin melakukan kerja sama dengan Peter
Jackson dan Steven Spielberg untuk mengarap game yang diadaptasi dari
film animasi 3D yang akan segera rilis di bioskop pada akhir tahun ini.
Namun game yang mengunakan judul yang sama dengan judul film tersebut
telah rilis terlebihi dahulu dengan menghadirkan gameplay klasik dan
tetap mempertahankan nuasa dunia Tintin.
Story
Cerita game ini
tidak sepenuhnya bedasarkan filmnya tapi merupakan gabungan dari kisah
The secret of the Unicorn dan The Crab with the Golden Claws, yang
mengisahkan tintin seorang wartawan remaja dan anjingnya Snowy sedang
berjalan-jalan disebuah pasar yang teletak di kota Eropa dan mereka
tertarik dengan sebuah model kapal Unicorn, yang ternyata model kapal
Unicorn tersebut juga diincar oleh seseorang pria misterius yang jahat.
Tintin menemukan beberapa keanehan dan secara tidak sengaja berhasil
menemukan surat rahasia yang tersembunyi didalam model kapal Unicorn.
Selanjutnya dalam game ini, kita akan memimpin Tintin dalam mengungkap
misteri dibalik model kapal unicorn tersebut.
Gameplay
Game petualangan ini memiliki gameplay yang simpel. Level permainan juga didesain dalam sudut pandang yang berbeda-beda, yakni platform semi 3 Dimensi dan sudut pandang orang ketiga dilingkungan 3 Dimensi. Dimana karakter didalam game ini dapat memanjat dinding, melompat dan berayun dari satu platfom ke platfom lain, berenang dan menyelam di air. Ada juga level yang mengunakan pesawat terbang dan menembaki pesawat musuh yang berusaha menghentikan tintin, hingga kejar-kejaran mengunakan sepeda motor dan kita dapat membidik dan menembaki musuh-musuh yang mengejar.
Beberapa level permainan juga didesain untuk membutuhkan kerjasama antar karakter, seperti Tintin yang stuk di pintu terkunci dan mengharuskan Snowy menelusuri lorong kecil masuk kedalam ruangan dan membukakan pintu untuk Tintin. Ataupun Tintin dan kapten Haddock mengaktifkan 2 tuas secara bersamaan untuk membuka pintu, dsb. Disamping dari aksi-aksi seru diatas, game ini juga menyisipkan beberapa puzzle yang akan mengasah otak pemain dalan menyelesaikan. Walau puzzle yang dihadirkan tidak begitu susah dan gampang sekali untuk diselesaikan namun cukup adiktif, seperti kita harus menyusun 3 buah surat untuk mendapatkan kode rahasia ataupun memutar-mutar tiang layar pada model kapal unicorn untuk membentuk logo unicorn, dan sebagainya.
Dalam game ini, kita juga akan menjumpai beberapa tokoh lain yang hadir dikomik Tintin, bahkan kita juga dapat mengontrol mereka untuk beraksi, yakni Snowy, Kapten Haddock, Thomson dan Thompson, Castaflore. Tiap-tiap karakter juga memiliki keahlian masing-masing, seperti Tintin yang dapat menembakan tali pengait, Castaflore dapat melakukan double jump dan memecahkan kaca, kapten Haddock yang dapat mendorong kotak-kotak besar dan mendobrak dinding yang rapuh.
Mekanisme bertarung Tintin dalam game ini juga seperti di komiknya, yakni dapat memukul dan membanting musuh dari belakang. Tintin juga dapat melempar benda-benda seperti obor api, botol kaca, pot besar, dan lain-lain. Saat melempar akan muncul garis untuk mengarahkan dan membidik target yang kita incar supaya tepat mengenainya. Saat berhasil menjatuhkan penjahat, mereka akan jatuh dan pingsan dengan kepala yang dikelilingi bintang-bintang kecil yang berputar.
Digame ini kita juga akan bertemu dengan penjahat yang modelnya kurang bervariasi dalam sebuah level permainan. Penjahat digame ini cukup gampang dengan kepintaran AI yang sangat rendah, seperti contoh saat kita bergumul dibelakang penjahat yang lain masih saja tidak sadar. Namun pada akhir level permainan kita akan berhadapan Boss penjahat yang lebih tangguh dan untuk dapat mengalahkannya kita mesti memerlukan trik. Seperti saat menghadapi Boss penjahat Allan, kita harus menghindari tembakan senapan dan memancing dia untuk melemparkan dinamit pada tumpukan kembang api yang terkena ledakan akan terbakar serta meluncurkan roket ke arah dia.
Graphic
Game ini berhasil mengkombinasikan adanya level permainan 3D dan semi 3D dengan baik sekali serta adanya beragam warna yang cerah dan tajam menghiasi lingkungan permainan yang terlihat berbobot. Kemudian animasi gerakan Tintin saat berlari, melompat, dan berkelahi terlihat halus dan luwes. Untuk model karakter Tintin dan tokoh-tokoh lain juga berhasil dihadirkan sangat mirip dengan versi komik maupun film layar lebarnya. Sedangkan dari segi audio, suara akting dari karakter Tintin dan kapten Haddock juga terdengar bagus dan bervariasi.
Overall
Walau musuh pada game ini sangat gampang dikalahkan serta puzzle yang telalu simpel, namun desain level permainan yang adiktif dan bervariasi membuat game petualangan ini benar-benar sangat menarik dan menyenangkan untuk dimainkan segala umur.
The Adventure of Tintin : The Secret of the Unicorn The Game
Developer : Ubisoft
Publisher : Ubisoft
Genre : Adventure
Platform : PC, Xbox360, Playstation3
Score
Gameplay 80
Graphic 75
Sound 75
Overall 80
Assassin’s Creed III
Review Assassin’s Creed III: Penutup Era yang Manis!
By Pladidus SantosoNovember 7, 2012 ·
Gamer mana yang tidak akan tertarik dengan franchise open-world milik
Ubisoft – Assassin’s Creed? Ketika sebagian besar developer lebih
memilih untuk menjadikan dunia kriminal bawah tanah dan perang para
mafia sebagai konsep utama game open-world mereka, Ubisoft menawarkan
sebuah tema dan gameplay yang berbeda. Gamer dibawa pada event-event
historis yang telah mengubah cara dunia nyata berjalan, menambah dan
memodifikasinya dengan tema perang Assassin vs Templar, serta
memperkuatnya dengan alur kompleks yang menawarkan sebuah konflik yang
lebih masif. Semuanya tercermin lewat kisah hidup sang karakter utama –
Desmond Miles.
Keunikan Assassin Creed juga muncul dari konsep “perjalanan memori” lewat Animus yang memungkinkan Ubisoft untuk menciptakan alur sejarah yang mereka inginkan. Setelah menampilkan empat seri terakhir yang menjadikan Altair dan Ezio sebagai karakter utama, Assassin’s Creed III yang sejak awal sudah diposisikan sebagai seri konklusi untuk cerita Desmond akhirnya membawa gamer ke dunia baru, karakter baru, dan pengalaman yang baru. Tidak lagi terpaku pada zaman Renaissance Eropa, Anda kini dibawa pada perang revolusi Amerika yang lebih brutal dan penuh darah. Anda akan memerankan seorang karakter baru, setengah British – Indian. Alam kini akan menjadi teman, dan hidden blade tetap berfungsi sebagai “pintu gerbang” Anda untuk mencapai revolusi yang selama ini diinginkan oleh para Assassin.
Siapa sebenarnya sosok Haytham Kenway? Mampukah Connor menemukan dan menghancurkan para Templar yang ada di Perang Revolusi? Apa sebenarnya keinginan para Templar ini? Teknologi seperti apa yang dijanjikan oleh Peradaban Pertama di balik pintu yang berusaha dibuka oleh Desmond? Mampukah mereka menyelamatkan dunia? Satu yang pasti, semuanya akan berakhir di Assassin’s Creed III ini
Keunikan Assassin Creed juga muncul dari konsep “perjalanan memori” lewat Animus yang memungkinkan Ubisoft untuk menciptakan alur sejarah yang mereka inginkan. Setelah menampilkan empat seri terakhir yang menjadikan Altair dan Ezio sebagai karakter utama, Assassin’s Creed III yang sejak awal sudah diposisikan sebagai seri konklusi untuk cerita Desmond akhirnya membawa gamer ke dunia baru, karakter baru, dan pengalaman yang baru. Tidak lagi terpaku pada zaman Renaissance Eropa, Anda kini dibawa pada perang revolusi Amerika yang lebih brutal dan penuh darah. Anda akan memerankan seorang karakter baru, setengah British – Indian. Alam kini akan menjadi teman, dan hidden blade tetap berfungsi sebagai “pintu gerbang” Anda untuk mencapai revolusi yang selama ini diinginkan oleh para Assassin.
Siapa sebenarnya sosok Haytham Kenway? Mampukah Connor menemukan dan menghancurkan para Templar yang ada di Perang Revolusi? Apa sebenarnya keinginan para Templar ini? Teknologi seperti apa yang dijanjikan oleh Peradaban Pertama di balik pintu yang berusaha dibuka oleh Desmond? Mampukah mereka menyelamatkan dunia? Satu yang pasti, semuanya akan berakhir di Assassin’s Creed III ini
Plot
Sebelum membahas lebih jauh tentang plot di balik Assassin’s Creed
III, ada baiknya jika kami menceritakan latar belakang Perang Revolusi
Amerika untuk membantu Anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Setelah perang antara pasukan Perancis dan Indian berakhir di tahun
1763, 13 koloni yang terbentuk di Amerika kemudian mulai memikirkan
nasib mereka sebagai sebuah bangsa. Sepertiga dari koloni ingin
bergabung kembali dengan Inggris, menjadi orang Inggris, dan menyatakan
kesetiaan mereka pada King George III. Mereka ini disebut sebagai The
Loyalists. Sementara sepertiga yang lain menginginkan kemerdekaan
sendiri dan membentuk sebuah negara baru. Kelompok inilah yang disebut
sebagai The Patriots. Sementara sepertiga lainnya mengumumkan kenetralan
mereka. Perang untuk menentukan nasib Amerika inilah yang disebut
sebagai Perang Revolusi Amerika.
Assassin’s Creed III sendiri diposisikan sebagai sekuel langsung dari
seri Assassin’s Creed: Revelations yang dirilis tahun lalu. Cerita akan
dibuka dari kacamata Desmond yang akhirnya menemukan sebuah tempat
berteknologi The First Civilization (Peradaban Pertama), yang selama ini
disebut-sebut sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dunia,
setelah ancaman badai matahari yang sudah diperingatkan semenjak seri
Assassin’s Creed pertama. Namun tentu saja, seperti yang dapat
diprediksikan, perjalanan heroik ini tentu saja tidak akan pernah mudah.
Desmond ternyata membutuhkan sebuah medali sebagai kunci untuk
mengakses teknologi penting yang satu ini. Atas alasan inilah, Desmond
kembali harus masuk ke dalam Animus dan menjelajahi memori para leluhur
mereka.
Namun memori tidak lantas membawa Desmond pada sosok Connor Kenway
yang selama ini dipromosikan oleh Ubisoft. Anda akan menjelajahi memori
dari sang Ayah – Haytham Kenway yang kini memegang medali yang berusaha
didapatkan oleh Desmond. Dengan kunci yang ia dapatkan dengan membunuh
salah satu petinggi di Inggris, Haytham berangkat ke Boston untuk
menemukan “rumah” dari Peradaban Pertama ini. Rumah yang dapat ia buka
dengan medali ini. Lewat informasi para bawahan setianya, Haytham
menemukan bahwa “pintu” ini ternyata berada di dalam peradaban leluhur
para suku Indian. Sesuatu yang mendorong Haytham untuk memihak mereka
di dalam konflik dengan para penjajah. Pertemuannya dengan seorang
wanita Indian pemberani – Kaniehti:io tentu saja membantu misi utamanya
ini, namun ternyata tidak menghasilkan apapun. Yang terjadi? Haytham
justru jatuh cinta padanya. Cinta yang berbuah sang karakter utama yang
kita gunakan – Ratonhnhaké:ton.
Namun bagi Ratonhnhaké:ton, hidup adalah kesulitan yang tidak pernah
berhenti. Sejak kecil ia sudah harus kehilangan ibu yang ia cintai dalam
sebuah tragedi yang memilukan. Tumbuh dewasa sebagai salah satu pemburu
terbaik di sukunya, Ratonhnhaké:ton mulai menemukan takdir yang lebih
besar baginya. Di bawah pengaruh Apple of Eden yang dikuasai oleh sang
tetua, ia menemukan panggilan sebagai seorang Assassin dari para
Peradaban Pertama. Memenuhi takdirnya, Ratonhnhaké:ton belajar pada
Master Assassin di kala itu – Achilles Davenport dan mewarisi semua
kemampuan dan pengetahuan tentang konflik rahasia yang sudah dijalani
oleh para Assassin dan Templar selama ribuan tahun. Di bawah Achilles
pulalah, Ratonhnhaké:ton mendapatkan nama Connor, dan nama ayahnya –
Kenway. Perang demi kepentingan para Assassin yang memperjuangkan
kebebasan, melawan para Templar yang berusaha menciptakan keraturan yang
absolut pun dimulai, dalam sebuah dunia, konflik, dan atmosfer yang
baru.
Hitman: Absolution.
Menyebut judul Hitman, tentu kita angat ingat dengan seorang pembunuh botak dengan barcode di belakang kepalanya, Agent 47. Ya, sang pembunuh bayaran kini telah kembali pada game terbarunya, Hitman: Absolution.
Agent 47 is back!
Pada Hitman: Absolution, Agent 47 ditugaskan untuk membunuh handler-nya
Diana Burnwood yang dilaporkan telah berkhianat. Namun ternyata, ada
sesuatu di balik pembunuhan tersebut dan Agent 47 diberikan tugas oleh
Diana untuk melindungi seorang gadis agar tidak menjadi seperti dirinya.
Bingung dengan situasi ini, Agent 47 kemudian memutuskan untuk
menyelidiki masalah ini lebih lanjut yang tentu saja membuatnya dianggap
menjadi pengkhianat juga.
Hitman: Absolution pada intinya adalah sebuah game stealth,
dimana menyelinap menghindari lawan dan mencapai target tanpa ketahuan
itu penting. Tentu saja, tidak ada aturan yang melarang kita untuk masuk
dan menembaki semua yang bergerak, selain tentunya skor yang buruk di
ujung stage.
Bagaimana caranya mencapai tujuan tanpa terlihat polisi?
Sebagai
seorang pembunuh bayaran, kita memiliki banyak pilihan untuk bisa
membunuh target. Seperti biasa, Agent 47 memiliki kawat untuk mencekik
lawan sampai tewas. Selain itu, kita bisa mengambil berbagai barang yang
tersedia pada environment seperti ranjau, racun, atau kalau mau membuatnya terlihat seperti kecelakaan juga bisa.
Menyembunyikan "korban" di dalam lemari
Agent 47 memiliki skill baru, yaitu Instinct. Dengan mengaktifkan Instinct, kita akan bisa melihat posisi lawan, pergerakan lawan hendak kemana dan mencari benda-benda yang bisa kita gunakan. Instinct mode ini sangat mempermudah gameplay, karena kita tidak lagi buta dalam menjelajah lokasi.
Pada Instinct Mode, kita juga bisa menggunakan Point Shooting, dimana
kita memilih beberapa target sekaligus dan kemudian mengeksekusi mereka
dengan satu perintah secara otomatis, tanpa perlu kita melakukan
tembak-tembakan manual.
Agent 47 menyamar menjadi pendeta
Agent
47 juga bisa menyamar menjadi orang lain, seperti menyamar menjadi
polisi, tukang daging, bahkan menjadi dokter. Uniknya, kita bisa
menggunakan Instinct untuk mengenakan penyamaran polisi
melewati polisi lain. Dengan memilih penyamaran yang tepat, maka kita
bisa berlenggang-kangkung di daerah terlarang tanpa dicurigai. Tentu
saja, Instinct mode bisa habis, sehingga kita harus mengambil keputusan apakah mau menghindari lawan ataupun menerobos dengan resiko Instinct Gauge habis.
Kita
tidak selalu harus membunuh seseorang. Misi yang diberikan tergantung
dari situasi yang ada. Kadang Agent 47 harus melarikan diri dari polisi
secara diam-diam atau menyelinap masuk ke sebuah gedung tanpa terlihat
siapa-siapa. Untuk bisa mencapai posisi tersebut, Agent 47 bisa
memanjat, bergelantungan, menyamar, menyelinap menggunakan kerumunan NPC
dan berbagai cara kreatif lainnya.
Call of Duty: Black Ops II
Penggemar game action mana yang tidak mengenal nama besar Call of
Duty? Franchise game FPS yang lahir dari tangan dingin Activision
bersama dengan rekanannya – Treyach dan Infinity Ward ini memang begitu
fenomenal. Terlepas dari kebijakan rilis tahunannya, Call of Duty selalu
berhasil terjual dengan angka-angka yang mengagumkan, bahkan cukup
untuk membuatnya memecahkan rekor keuntungan berulang kali, bahkan
hampir menjadi rutinitas tahunan. Kritik terhadap minimnya inovasi
gameplay memang terus ada, namun Activision selalu berhasil menyulap
setiap seri terbarunya dengan plot menarik dan dramatisasi yang
memanjakan mata. Namun rumus ini ternyata tidak berlaku lagi untuk seri
terbaru – Call of Duty: Black Ops II.
Bagi Anda yang sudah membaca preview kami sebelumnya tentu sudah
memiliki sedikit gambaran tentang apa yang sebenarnya ditawarkan oleh
game yang satu ini. Kami sendiri mengkategorikan kesan pertama kami
dengan menyebutnya sebagai sebuah seri COD yang penuh dengan inovasi.
Seolah lepas dari akar FPS konvensionalnya, sang developer – Treyach
ternyata menyuntikkan beragam fitur baru di seri ini, tidak hanya dari
sisi visualisasi, tetapi juga gameplay. Seiring dengan waktu permainan
yang semakin mendalam, kami akhirnya berhasil menangkap beragam esensi
dasar dari Call of Duty: Black Ops II ini. Review ini sendiri akan lebih
difokuskan pada mode single playernya yang memang selalu menjadi
kekuatan utama dari franchise ini.
Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Call of Duty: Black Ops II ini?
Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri yang membawa arah baru bagi
Call of Duty? Kami akan mengupasnya lebih dalam.
Plot
Berbeda dengan semua seri terakhir COD yang dirilis, COD: Black Ops II menjad seri pertama yang menjadikan perang futuristik sebagai tema utama. |
Berbeda dengan sebagian besar seri Call of Duty yang pernah dirilis
ke pasaran, Treyach memutuskan untuk membawah arah baru ke Black Ops II
ini. Alih-alih terjebak pada konsep perang dunia kedua masa lampau atau
representasi perang saat ini, mereka lebih memilih untuk mengambil arah
baru dengan menyediakan konsep perang masa depan, tentu saja diperkuat
dengan plot dan setting futuristik sebagai dasarnya. Konsep dasar ini
sudah cukup untuk membedakan Black Ops II dari semua seri COD yang ada.
Membawa nama “Black Ops II” di dalamnya, seri ini memang menjadi
sekuel langsung dari seri COD: Black Ops yang sempat dirilis Activision
di tahun 2010 silam. Fokus cerita akan disampaikan lewat dua sudut
pandang dengan timeline yang berbeda: David Mason (codename: Section)
yang beraksi jauh di masa depan – tepatnya di tahun 2025, dan sang
karakter utama dari seri pertama, yang juga merupakan sang ayah – Alex
Mason yang beraksi di pertengahan tahun 1980-an. Kedua karakter ini akan
membawa Anda dalam satu plot utama yang sama, lewat alur bercerita yang
maju dan mundur antara keduanya. Kesinambungan cerita dirangkai oleh
satu benang merah yang sama – Raul Menendez.
Ada dua timeline utama yang menjadi inti COD: Black Ops II. DI satu sisi, Anda akan berperan sebagai David Mason (Section) dengan setting tahun 2025. Bersama dengan Harper dan Salazar. |
Sementara di timeline yang lain, Anda akan berperan sebagai tokoh protagonis utama dari seri Black Ops yang pertama – Alex Mason. Anda juga masih akan bertemu dengan karakter yang tentu tidak asing lagi – Frank Woods. |
Benang merah antara kedua timeline tersebut? Sang tokoh antagonis utama – Raul Menendez, yang tak hanya pintar, tetapi juga brutal. Ia bahkan tidak segan untuk mengobarkan perang dunia hanya untuk balas dendam. |
Raul Menendez merupakan tokoh antagonis utama di COD: Black Ops II
ini, musuh dari Alex dan David Mason, walaupun dalam timeline yang
berbeda. Membangun kekuatan sebagai kartel obat bius, Menendez menyimpan
dendam yang mendalam kepada Alex Mason dan Frank Woods atas tewasnya
sang adik perempuan tercinta – Josefina. Setelah sempat diburu dan
diduga mati, Menendez justru membangun sebuah kekuatan baru yang cukup
untuk menggetarkan dunia. 30 tahun setelah konflik ini, tepatnya di
tahun 2025 – Menendez membangun sebuah gerakan “idealis” – Cordis Die
yang ia sebut sebagai gerakan untuk menghancurkan negara kapitalis dan
super kaya di dunia. Dengan miliaran pengikut, Menendez berhasil meretas
dan melumpuhkan bursa efek di China dan memicu perang dingin antara dua
negara superpower dunia – AS dan China. Di balik nama besar Cordis Die
lah, Menendez kemudian membangun rencana balas dendamnya. Bermodalkan
sebuah perangkat quantum berbahankan Celerium dan otak jenius dari
seorang programmer bernama – KARMA, Menendez siap untuk melancarkan
aksinya. Tujuan utamanya? Menguasai semua senjata non-awak Amerika
Serikat dan memicu perang dunia. Kepribadian dan skala aksi Menendez
sendiri bahkan dapat dikatakan jauh lebih brutal daripada tokoh
antagonis ikonik COD – Makarov.
Menendez memiliki satu kendaraan utama untuk memastikan “mimpi”nya terwujud. Sebuah kedok organisasi untuk meruntuhkan pengaruh negara kapitalis bernama Cordis Die. |
Siapa pula sosok wanita yang satu ini? |
Mampukah Mason mencegah rencana jahat Menendez? |
Dengan ancaman yang berada di depan mata, David Mason hanya bisa
mengandalkan Frank Woods yang kini sudah tua untuk mencari keberadaan
Menendez. Lewat interaksi keduanya inilah, Anda akan dibawa pada
serangkaian misi yang akan menuntut Anda untuk bekerja dalam dua
timeline yang berbeda, sebagai Alex maupun David Mason.
Apa yang sebenarnya berusaha dicapai oleh Menendez? Bagaimanakah
nasib Frank Woods dan Alex Mason selama perburuan Menendez di masa lalu?
Berhasilkan David Mason menggagalkan rencana epik sang tokoh antagonis
utama yang satu ini? Apa pula itu Celerium dan siapa Karma? Semua
jawaban dari pertanyaan ini bisa Anda dapatkan dengan menyelesaikan mode
single player COD: Black Ops II
Pada dasarnya, pondasi sisi gameplay yang ditawarkan oleh COD: Black
Ops II tidaklah jauh berbeda dengan game-game COD yang selama ini pernah
Anda mainkan. Ia masih tampil sebagai sebuah game FPS arcade
konvensional yang memang menjadi identitas utamanya. Ini berarti, Anda
masih hanya harus menghabisi setiap musuh yang ada, berganti senjata
sesuai dengan kondisi yang ada, memastikan diri selamat dengan
berlindung ketika kritis, dan selebihnya? Menikmati jalinan plot dan
dramatisasi epik yang belum luntur dari franchise yang satu ini. Di
tingkat yang paling dasar, ia masih menjadi COD yang Anda kenal selama
ini.
Satu hal yang mungkin harus diperhatikan oleh para veteran COD mungkin hanya pada setting perang futuristik yang kini menjadi tema utama. Anda sama sekali tidak akan menemukan masalah ketika berperan sebagai Alex Mason dan terlibat dalam perang tahun 80-an, namun ketika berpindah ke sudut pandang sang anak – David Mason, ada beberapa hal yang harus kembali dipelajari. Setting futuristik ini akan memaksa Anda untuk mempelajari berbagai senjata, teknologi, dan musuh “fiksi” yang memang tidak familiar di franchise ini. Butuh waktu untuk membiasakan diri sebelum Anda mampu memperlihatkan performa perang dalam kualitas yang paling maksimal.
Hal utama yang harus dipelajari adalah senjata. Walaupun Activision
tidak serta-merta “memaksakan” senjata laser seperti Star Wars, namun
beberapa teknologi yang disematkan kepadanya membuat beberapa sifat
senjata tampil baru, terutama dari sisi recoil, reload speed, dan
kecepatan muntahan peluru. Tidak hanya itu saja, beberapa senjata juga
mengadaptasikan teknologi yang belum ada di dunia nyata seperti
kemampuan untuk melihat tembus pandang, hingga menghimpun tenaga untuk
daya penetrasi peluru yang mampu menembus bahan apapun. Di sisi lain,
beberapa tim musuh juga datang dengan teknologi cloaking yang membuat
mereka tidak terlihat, sehingga butuh strategi tertentu untuk
ditundukkan. Interaksi dari fitur baru inilah yang membuat seri ini
terasa menyegarkan dan berbeda. Selain kedua hal di atas, Anda tidak
perlu banyak cemas untuk mengadaptasikan diri dengan teknologi fiksi
lain yang ada di COD: Black Ops 2. Apa pasal? Karena demonstrasi
teknologi ini sebagian besar hanya merupakan bagian dari dramatisasi
cerita belaka. Anda tidak serta-merta dapat menggunakan Jet Pack ataupun
pesawat dalam kendali manual.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah masuknya beragam teknologi
robotik sebagai “senjata” yang awam di setting futuristik COD: Black Ops
II ini. Tidak hanya sebagai pendukung untuk aksi Anda, tetapi juga
kemungkinan untuk bertemu dengan mereka di sisi musuh. Jika berada di
sisi Anda, Anda dapat mengendalikan arah serangan mereka dengan tombol
yang sederhana. Sementara jika berada di sisi musuh, Anda hanya harus
menembak mereka hingga hancur. Namun kasus berbeda terjadi pada unit
robot yang lebih besar – CLAW yang membutuhkan senjata yang lebih besar
untuk dapat ditaklukkan. Tidak dapat dipungkiri lagi, beragam robot ini
akan menjadi ancaman yang lebih serius untuk diperhatikan ketika Anda
terlibat dalam pertempuran. Mengapa? Presisi serangan, varian senjata,
dan kecepatan peluru mereka cukup untuk membuat Anda tewas, bahkan
sebelum Anda sadari. Make sure, you destroy them all!
Gameplay utama dari Call of Duty: Black Ops II memang sebuah FPS
arcade konvensional, namun bukan berarti hanya hal tersebut yang ia
tawarkan. Treyach juga menyuntikkan sebuah mode baru yang berkembang
menjadi side mission dengan peran yang sangat krusial – Strike Force
mode.
Strike Force mode ini sendiri hanya tersedia dalam dalam kurun waktu yang terbatas selama Anda menjalankan cerita utama yang ada. Ia juga hadir sebagai sebuah side-mission yang dapat Anda mainkan ataupun tidak, tergantung pada pilihan Anda. Namun, ia memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan arah cerita yang akan Anda dapatkan di misi utama. Jika misi utama menjadikan upaya perburuan Menendez sebagai fokus utama, maka Strike Force lebih berfokus pada upaya perburuan Tian-Zhao, seorang jenderal yang memiliki kepentingan pribadi untuk bekerja sama dengan Menendez. Misi-misi Strike Force akan berpengaruh pada seberapa genting hubungan antara China dan Amerika Serikat. Semakin sedikit misi yang diselesaikan, semakin rentan pula hubungan dalam Perang Dingin yang sudah tercipta.
Berbeda juga dengan misi utama yang ada, Strike Force justru hadir
dengan atmosfer RTS yang lebih kental daripada FPS. Seolah berperan
sebagai seorang jenderal di perang kolonial masa lalu, Anda dapat
menggerakkan pasukan dan robot yang ada dengan mekanisme yang sederhana.
Sudut pandang dari atas tentu saja membantu Anda mendapatkan gambaran
yang lebih sempurna akan medan perang yang Anda hadapi. Anda dapat
meminta pasukan-pasukan ini sekedar bergerak atau menyerang, dalam unit
atau keseluruhan dengan mudah. Namun ingat, AI yang bergerak dalam mode
RTS ini begitu rentan dan mudah mati. Tetapi tenang saja, Anda juga bisa
mengendalikan secara personal setiap anggota yang ada untuk kembali
terlibat dalam mode FPS ala misi utama, dan memastikan setiap misi yang
dicapai berhasil.
Satu hal yang perlu diingat, Anda diberikan kesempatan dalam jumlah yang sangat terbatas untuk menyelesaikan setiap misi, jadi pastikan setiap gerak permainan Anda didesain untuk menyelesaikan misi ini secara efektif dalam batas waktu, daripada sekedar mencari kesenangan dan membunuh apapun yang bergerak. Saran kami? Pastikan Anda menyelesaikan setiap misi Strike Force yang ada. Keuntungannya apa? Kita akan bahas di bagian selanjutnya
Inilah alasan utama yang mungkin membuat kami jatuh cinta pada COD: Black Ops II dan membuat kami menyimpulkannya sebagai sebuah seri yang akan menentukan arah baru bagi franchise ini di masa depan. Tidak lagi terjebak di dalam metode penceritaan yang linear seperti seri-seri sebelumnya, Treyach menyuntikkan sebuah fitur baru yang terhitung “berani” untuk seri terbaru ini. Percaya atau tidak, Anda ditawarkan oleh cabang cerita yang cukup banyak, yang kesemuanya, ditentukan oleh pilihan Anda sendiri selama bermain.
Benar sekali, daripada hanya sekedar menikmati cerita yang ditawarkan oleh Treyach begitu saja dalam satu garis lurus, Anda kini dapat menciptakan cerita Anda sendiri lewat beragam pilihan yang ada. Di beberapa titik, Anda akan ditawari pilihan-pilihan signifikan yang akan berpengaruh besar pada arah cerita yang akan didapatkan. Namun pilihan ini tidak hanya bersifat pasif lewat event, tetapi juga aksi Anda di dalam gameplay. Maksudnya? Untuk mencegah spoiler, kami akan menggambarkannya seperti ini. Di salah satu misi, Anda akan diminta untuk membunuh satu target tertentu. Misi sendiri tidak lantas dianggap game over ketika Anda gagal melakukannya, cerita justru akan terus berlanjut, namun menghasilkan konsekuensi tertentu. Oleh karena itu, tewas atau tidaknya orang ini dalam aksi gameplay Anda akan menghasilkan efek pada cerita. Pilihan-pilihan ini akan tersebar di sepanjang permainan, baik dalam event ataupun gameplay.
Lantas apa konsekuensi akhir dari semua pilihan ini? Dipadukan dengan
kelengkapan misi Strike Force yang berhasil Anda selesaikan, semua
pilihan ini berakhir pada seberapa baik ending yang Anda dapatkan. Benar
sekali, Treyach menyuntikkan 5 ending yang berbeda untuk seri terbaru
ini, dan semuanya dipengaruhi oleh pilihan-pilihan yang sudah Anda
tentukan di sepanjang permainan. Siapa yang Anda biarkan untuk hidup,
siapa yang Anda bunuh, dan siapa yang Anda selamatkan. Sebuah konsep
yang tidak hanya memberikan arah baru yang menyegarkan bagi frachise
yang satu ini, tetapi juga meningkatkan replayability yang ada.
Setelah boleh terbilang mengalami stagnansi dan minim inovasi dalam
beberapa tahun terakhir ini, kelahiran Call of Duty: Black Ops II tampil
layaknya oase di padang gurun. Kita tidak hanya sekedar membicarakan
visualisasi yang lebih baik ataupun timeline perang futuristik yang
menjadi tema utama, tetapi keseluruhan desain yang dibangun lewat
beragam inovasi berani dari Treyach dan Activision itu sendiri. Yang
terbaik saja hadir lewat dua komponen utama yang mengejutkan: side
mission Strike Force yang memadukan gameplay ala RTS dan FPS, serta
hadirnya beragam pilihan dalam gameplay dan konsekuensinya pada jenis
ending yang Anda dapatkan di akhir petualangan. Tidak akan menjadi
sesuatu yang mengherankan, jika eksperimen yang ditanamkan pada Black
Ops 2 akhirnya berubah menjadi arah baru bagi franchise ini di masa
depan.
Lantas apakah game ini datang tanpa kekurangan? Dari mode single player yang menjadi fokus kami, kelemahan klasik yang selalu hadir di COD tetap saja muncul di seri ini. Benar sekali, kita membicarakan masalah AI, baik di sisi kita maupun musuh. Para musuh yang Anda temui masih sama bodohnya, melemparkan tembakan kurang akurat dan hanya berdiam diri untuk dibunuh dengan cepat. Untungnya AI karakter pendamping Anda cukup kuat untuk mengatasi berbagai ancaman di depan mata. Kekesalan mungkin Anda rasakan ketika mulai menjajal Strike Force dan mengandalkan AI Anda untuk menyelesaikan setiap misi yang ada. Mengapa? Sama bodohnya dengan para AI musuh, AI pasukan Anda juga tak ubahnya boneka. Walapun Anda meminta mereka untuk bermanuver bersama, tidak jarang mereka muncul dan melawan setiap musuh satu per satu, menunggu mati. Oleh karena itu, lebih bijak jika Anda mengendalikan penuh setidaknya satu unit pasukan Anda setiap kali mendekati misi yang harus dicapai.
Namun terlepas dari kekurangan yang ada pada dirinya, Activision dan Treyach berhasil menghadirkan sebuah seri COD yang terasa baru dan menyegarkan lewat Black Ops II. Semua inovasi yang ditawarkan merubah persepsi kami yang mulai pesimis terhadap survivabilitas franchise ini di masa depan, dan memunculkan secercah harapan baru. Call of Duty: Black Ops II adalah sebuah seri eksperimental yang berpotensi untuk menjadi landasan dan arah baru bagi franchise COD secara keseluruhan di masa depan.
Tidak cocok untuk gamer: yang membutuhkan game military penuh strategi.
http://jagatplay.com/2012/11/xbox/review-call-of-duty-black-ops-ii-arah-baru-untuk-franchise-fps-terbaik/
Beradaptasi Dengan Setting Futuristik!
Untuk timeline lawas Alex Mason, COD: Black Ops II memang menawarkan esensi gameplay yang tetap sama. Perbedaan baru kentara ketika Anda bermain-main di timeline 2025 yang memuat segudang elemen futuristik yang butuh penyesuaian kembali. |
Satu hal yang mungkin harus diperhatikan oleh para veteran COD mungkin hanya pada setting perang futuristik yang kini menjadi tema utama. Anda sama sekali tidak akan menemukan masalah ketika berperan sebagai Alex Mason dan terlibat dalam perang tahun 80-an, namun ketika berpindah ke sudut pandang sang anak – David Mason, ada beberapa hal yang harus kembali dipelajari. Setting futuristik ini akan memaksa Anda untuk mempelajari berbagai senjata, teknologi, dan musuh “fiksi” yang memang tidak familiar di franchise ini. Butuh waktu untuk membiasakan diri sebelum Anda mampu memperlihatkan performa perang dalam kualitas yang paling maksimal.
Ada begitu banyak senjata futuristik baru yang dapat Anda gunakan. |
Anda harus menyesuaikan diri kembali dengan beberapa senjata futuristik yang ditawarkan COD: Black Ops II ini. Tidak hanya range, kekuatan, reload, atau recoil, tetapi juga berbagai teknologi yang disematkan di dalamnya. Contohnya? Storm PSR ini. Tidak hanya scope yang mampu melihat tembus pandang, senjata ini juga dapat melakukan charge tenaga untuk menghasilkan penetrasi peluru yang lebih dahsyat. |
Tidak semua ditampilkan dalam kendali penuh Anda, beberapa teknologi diarahkan sebagai bagian dramatisasi belaka. |
Black Ops II tetap datang dengan identitas utama franchise COD: dramatisasi yang epik. |
Hadirnya beragam robot militer otomatis juga memperkuat atmosfer futuristik untuk Black Ops II. Mereka akan menjadi senjata efektif ketika menjadi teman. Namun ketika menjadi lawan? Butuh kewaspadaan ekstra! |
Drones mungkin dapat hancur dengan mudah. Namun kecepatan, kemampuan manuver, dan presisi tembakannya dapat menyudutkan posisi Anda dengan cepat ketika berada di pihak musuh. |
Strike Force – Side Mission RTS yang Krusial!
Strike-Force Mission! |
Strike Force mode ini sendiri hanya tersedia dalam dalam kurun waktu yang terbatas selama Anda menjalankan cerita utama yang ada. Ia juga hadir sebagai sebuah side-mission yang dapat Anda mainkan ataupun tidak, tergantung pada pilihan Anda. Namun, ia memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan arah cerita yang akan Anda dapatkan di misi utama. Jika misi utama menjadikan upaya perburuan Menendez sebagai fokus utama, maka Strike Force lebih berfokus pada upaya perburuan Tian-Zhao, seorang jenderal yang memiliki kepentingan pribadi untuk bekerja sama dengan Menendez. Misi-misi Strike Force akan berpengaruh pada seberapa genting hubungan antara China dan Amerika Serikat. Semakin sedikit misi yang diselesaikan, semakin rentan pula hubungan dalam Perang Dingin yang sudah tercipta.
Alih-alih kembali pada akar FPS konvensionalnya, Strike Force mengusung konsep RTS yang kental. Anda dapat memberikan perintah unit untuk melakukan aksi tertentu, baik secara bersamaan atau satu per satu. |
Anda juga bisa langsung menguasai unit yang Anda ingikan dan permainan akan kembali ke bentuk FPS. Dengan lemahnya AI pada saat mode pengaturan, skill Anda akan sangat dibutuhkan untuk memastikan setiap misi berjalan dengan lancar. |
The main target of this mission? The General Tian-Zhao! |
Satu hal yang perlu diingat, Anda diberikan kesempatan dalam jumlah yang sangat terbatas untuk menyelesaikan setiap misi, jadi pastikan setiap gerak permainan Anda didesain untuk menyelesaikan misi ini secara efektif dalam batas waktu, daripada sekedar mencari kesenangan dan membunuh apapun yang bergerak. Saran kami? Pastikan Anda menyelesaikan setiap misi Strike Force yang ada. Keuntungannya apa? Kita akan bahas di bagian selanjutnya
Pilihan Anda Menentukan Cerita yang Anda Dapatkan!
Berbeda dengan seri-seri COD sebelumnya yang sangat linear, COD: Black Ops II menyediakan beragam alternatif cabang cerita. Semuanya ditentukan tidak hanya lewat pilihan event, tetapi juga aksi Anda dalam gameplay. |
Inilah alasan utama yang mungkin membuat kami jatuh cinta pada COD: Black Ops II dan membuat kami menyimpulkannya sebagai sebuah seri yang akan menentukan arah baru bagi franchise ini di masa depan. Tidak lagi terjebak di dalam metode penceritaan yang linear seperti seri-seri sebelumnya, Treyach menyuntikkan sebuah fitur baru yang terhitung “berani” untuk seri terbaru ini. Percaya atau tidak, Anda ditawarkan oleh cabang cerita yang cukup banyak, yang kesemuanya, ditentukan oleh pilihan Anda sendiri selama bermain.
Benar sekali, daripada hanya sekedar menikmati cerita yang ditawarkan oleh Treyach begitu saja dalam satu garis lurus, Anda kini dapat menciptakan cerita Anda sendiri lewat beragam pilihan yang ada. Di beberapa titik, Anda akan ditawari pilihan-pilihan signifikan yang akan berpengaruh besar pada arah cerita yang akan didapatkan. Namun pilihan ini tidak hanya bersifat pasif lewat event, tetapi juga aksi Anda di dalam gameplay. Maksudnya? Untuk mencegah spoiler, kami akan menggambarkannya seperti ini. Di salah satu misi, Anda akan diminta untuk membunuh satu target tertentu. Misi sendiri tidak lantas dianggap game over ketika Anda gagal melakukannya, cerita justru akan terus berlanjut, namun menghasilkan konsekuensi tertentu. Oleh karena itu, tewas atau tidaknya orang ini dalam aksi gameplay Anda akan menghasilkan efek pada cerita. Pilihan-pilihan ini akan tersebar di sepanjang permainan, baik dalam event ataupun gameplay.
Harper? Jika Anda mencoba membunuh Menedez, Anda yang akan mati. Jika Anda membunuh Harper, Anda baru saja kehilangan salah satu karakter utama Black Ops II. Konsekuensi apa yang Anda dapatkan dari pilihan-pilihan ini? itulah menariknya COD: Black Ops II. Semua pilihan pada akhirnya akan menentukan ending yang akan Anda dapatkan. |
Pilihan-pilihan tidak hanya ditawarkan lewat event, tetapi juga terintegrasi dalam gameplay. Contoh? Gagal membunuh seorang target tidak lantas membuat game over dan memaksa Anda untuk mengulang misi yang sama. Cerita akan terus berlanjut dan Anda harus berhadapan dengan konsekuensi kegagalan ini di akhir nanti. |
Beberapa opsi yang tidak mempengaruhi sisi cerita juga ditawarkan di dalam gameplay. |
Kesimpulan
Call of Duty: Black Ops II adalah sebuah seri eksperimental yang berpotensi untuk menjadi landasan dan arah baru bagi franchise COD secara keseluruhan di masa depan. Super awesome! |
Lantas apakah game ini datang tanpa kekurangan? Dari mode single player yang menjadi fokus kami, kelemahan klasik yang selalu hadir di COD tetap saja muncul di seri ini. Benar sekali, kita membicarakan masalah AI, baik di sisi kita maupun musuh. Para musuh yang Anda temui masih sama bodohnya, melemparkan tembakan kurang akurat dan hanya berdiam diri untuk dibunuh dengan cepat. Untungnya AI karakter pendamping Anda cukup kuat untuk mengatasi berbagai ancaman di depan mata. Kekesalan mungkin Anda rasakan ketika mulai menjajal Strike Force dan mengandalkan AI Anda untuk menyelesaikan setiap misi yang ada. Mengapa? Sama bodohnya dengan para AI musuh, AI pasukan Anda juga tak ubahnya boneka. Walapun Anda meminta mereka untuk bermanuver bersama, tidak jarang mereka muncul dan melawan setiap musuh satu per satu, menunggu mati. Oleh karena itu, lebih bijak jika Anda mengendalikan penuh setidaknya satu unit pasukan Anda setiap kali mendekati misi yang harus dicapai.
Namun terlepas dari kekurangan yang ada pada dirinya, Activision dan Treyach berhasil menghadirkan sebuah seri COD yang terasa baru dan menyegarkan lewat Black Ops II. Semua inovasi yang ditawarkan merubah persepsi kami yang mulai pesimis terhadap survivabilitas franchise ini di masa depan, dan memunculkan secercah harapan baru. Call of Duty: Black Ops II adalah sebuah seri eksperimental yang berpotensi untuk menjadi landasan dan arah baru bagi franchise COD secara keseluruhan di masa depan.
Kelebihan
I LOL’ed hard for this.. =)) What the hell.. |
- Visualisasi yang lebih apik
- Strike Force yang unik
- Alternatif jalan cerita
- Multiple endings
- Dramatisasi yang tetap epik
- “Konsep” perang futuristik yang masih dalam batas nyata
- Framerate 60 fps (konsol)
- “Easter Egg” – konser Avenged Sevenfold dalam engine Black Ops II yang super keren!
Kekurangan
Ada sesuatu yang terasa “hilang” dari plot kompleks yang berusaha diciptakan Treyach di seri ini. |
- Plot yang kurang kuat
- AI musuh yang kurang menantang, AI teman yang kurang dapat diandalkan di Strike Force
Tidak cocok untuk gamer: yang membutuhkan game military penuh strategi.
http://jagatplay.com/2012/11/xbox/review-call-of-duty-black-ops-ii-arah-baru-untuk-franchise-fps-terbaik/
Langganan:
Postingan (Atom)